Woensdag 17 April 2013

peran orang tua dalam pendidikan anak menurut ajaran islam


PERAN ORANGTUA MENDIDIK ANAK MENURUT AJARAN ISLAM

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen pengampu: Drs.H.Muchtar Hadi, M.Ag


DISUSUN OLEH

     CHURUN AINUN ZAHRO                              (11.31.0003)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN GUPPI
(UNDARIS)
2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT.makalah keluarga sakinah dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama islam 2 di Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI (UNDARIS) yang diampu oleh Drs.H.Muchtar Hadi,M.Ag. Serta untuk mempertinggi mutu/nilai perkawinan dalam membentuk sebuah keluarga sakinah menurut ajaran islam.
Makalah ini dinilai sangat praktis dan sederhana ,sehingga mudah di baca dan dipelajari oleh setiap insane manusia.terutama remaja yang  akan menginjak dewasa,serta manusia yang baru saja berpasangan.
Harapan kami makalah ini dapat  dimasyarakatkan dan semoga dapat meningkatkan pengamalan ibadah umat islam.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan beserta ridanya dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat islam.







Ungaran,  April 2012

penyusun


PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK MENURUT
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses interaksi antara pendidik dengan  peserta didik yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan.Oleh sebab itu tentunya pendidikan harus terus ditingkatkan terutama melalui kedua komponen pendidikan  tersebut, khususnya guru karena gurulah yang bertugas sebagai pendidik yang akan mengantarkan peserta didiknya kearah yang lebih baik sehingga dapat menjadi manusia yang berkualitas, dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri maupun pada bangsa dan negara.
                  Selain itu, peran orang tua tak kalah pentingnya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasiolal sebagai mana yang tertera dalam UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan Nasional bertujuan untuk:
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa beraklak mulia, sehat kreatif, amandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
      Dari tujuan pendidikan nasional diatas dan hubungannya dengan tujuan pendidikan nasional memiliki sebuah hubungan yang sangat erat. Hal ini dapat kita lihat bahwa orang yang dewasa yang akan mengantarkan anak menuju kedewasaannya baik kedewasaan dari segi koognitif, afektif maupun psiko motorik.
Oleh karena itu peran orang tua disini memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa baik dari segi positif ataupun dari segi negatif. Karena  bersama orang tuanyalah anak banyak menghabiskan waktunya dan bersama orang tua pula anak nendapat pelajaran. Hal ini sesuai dengan sabda nabi:
Artinya: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka orang tua nyalah yang menjadikannya sebagai yahudi, nasrani atau majusi”
Dari hadits diatas dapatlah kita pahami bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak didik tergantung kepada otang tua apakah dia akan membentuk anaknya menjadi orang baik ataupun dia membiarkan anaknya menjadi orang yang tidak baik.
Kalaulah kita lihat di Desa yang mayoritas penduduknya bekerja di pabrik. Desa ini peran orang tua dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak memiliki bentuk yang berbeda, dari kebanyakan orang tuanya yang mendapat pendidikan SD, SMP, ataupun SMA sudah tentu pola pendidikan kepada anak memiliki arah yang lebih baik namun hal itu juga terbatas pada beberapa orang tua saja sedangkan bagi orang tua di desa ini mayoritas mengecap pendidikan hanya sebatas bangku SD saja hal ini dikarenakan pengaruh ekonomi dan minimnya minat masyarakat terhadap pendidikan.
Disamping itu pengaruh terhadap anak memiliki corak yang berbeda pula kebanyakan anak-anak sangat sedikit menempuh jenjang pendidikan di karenakan membantu orang tua. Untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi dipegaruhi oleh ekonomi dan juga kesadaran orang tua terhadap kelanjutan pendidikan anak-anaknya yang mengakibatkan pendidikan anak tidak terjaga dengan baik.
Oleh karena kurang kontrol dari orang tua yang berakibat rasa kebebasan bagi anak sangatlah tinggi baik dari segi tingkahlaku yang mengarah ke positif seperti pengajian, organisasi kemasyarakatan, namun yang lebih mendominani mereka yang kurang dikontrol adalah perilaku yang mengarah kepada hal-hal yang negatif seperti minum-minuman keras, tawuran, bahkan nonton film porno dari VCD ataupun HP Celuler.
Dari perkembangan siswa diatas sangatlah mengkhawatirkan akan masa depan generasi muda. Karena generasi mudalah yang di harapkan motor penggerak pembangunan negara ini.
Maka dari itu, beranjak dari persoalan tersebut, penulis mencoba mengkaji secara mendalam  tentang bagaimana islam memandang pendidikan orang tua dengan judul: ”Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Menurut Ajaran Islam.”

 B.  Rumusan dan Batasan Masalah

1.      Rumusan Masalah.

            Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

PEMBAHASAN
Pengertian Peran,orangtua,pendidikan,agama,dan islam
Pengertian Peran
adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
  Pengertian Orangtua
adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orangtua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orangtua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orangtua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Esensi Pendidikan
Pendidikan adalah proses transfer nilai, pandangan hidup yang paling mendasar (aqidah), pemahaman-pemahaman hidup, dan berbagai pengetahuan yang menambah kesadaran peserta didik akan pandangan dan pemahamannya akan kehidupan (mafahim anil hayah) sehingga dia mampu mengambil jalan hidup yang benar, serta menambah kesadarannya tentang berbagai pemahamannya tentang benda-benda dan sarana-sarana hidup (mafahim anil asya) sehingga dia dapat meniti kehidupannya dengan benar.
Dengan demikian dalam perspektif Islam, pendidikan adalah transfer nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, pandangan hidup Islam atau aqidah Islamiyah (keimanan), dan berbagai pengetahuan Islam (al ma’arif al Islamiyah) seperti tafsir, ulumul Qur’an, riwayat-riwayat hadits-hadits Nabi saw., ulumul hadits, fiqh, ushul fiqh, bahasa Arab, ilmu nahwu, ilmu shorof, siroh Nabi saw, dan lain-lain yang mempertebal pemahman para peserta didik sehingga tidak ada ide Islam yang lolos dari format pikirannya yang diharapkan juga menjadi pengendali tingkah lakunya. Selain itu, perlu berbagai ilmu pengetahuan dan serta ketrampilan teknologi untuk menambah kemampuan para lulusannya menjalani hidup dengan tetap berpegang kepada aqidah dan pemahaman hidupnya (mafahim anil hayah).
Diharapkan dengan proses pendidikan Islam, para peserta didik dapat ditingkatkan optimalisasi akal budinya sehingga mereka dapat mensyukuri nikmat Allah berupa pancaindera serta kalbu yang dimilikinya (lihat QS. An Nahl 78) dan tidak terjatuh ke dalam derajat yang lebih rendah dari binatang ternak. Allah SWT memperingatkan kita dengan firman-Nya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.(QS. Al A’raf 179).
Pengertian Agama
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut.
Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi.
Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.

Islam
adalah agama yang sempurna. Ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah masalah pendidikan. Bahkan Islam adalah agama yang memperhatikan masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan porsi yang sangat besar. Bahkan keseluruhan ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah merupakan materi pendidikan dan ilmu pengetahuan yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh agama-agama lain maupun ideologi-ideologi lain. Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab yang buta huruf, dengan pendidikan Islam yang khas, yang diterapkan oleh Rasulullah saw., telah berubah menjadi bangsa pelopor yang telah mampu menerangi dunia dan menjadi guru bagi dunia.


Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqidah dan cabang-cabangnya maupun hukum-hukum, baik yang pokok maupun yang cabang. Islam telah mendorong agar manusia menuntut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Az Zumar 9).
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan perbedaan kedudukan antara orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang bodoh. Antara ilmu dan kebodohan itu masing-masing memiliki martabat dan kedudukan di mata masyarakat. Tentu saja orang yang berilmu pengetahuan menduduki tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tak berilmu pengetahuan. Lebih-lebih bilamana orang yang berilmu pengetahuan juga beriman dan beramal shalih. Allah SWT menegaskan bahwa Allah SWT memberikan apresiasi yang begitu tinggi terhadap orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Allah SWT berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. AL Mujadilah 11).
Rasulullah saw. mengabarkan betapa tingginya kedudukan orang-orang yang berilmu (ulama) yang mendapatkan kehormatan untuk memberikan syafaat bagi umat pada hari kiamat dengan izin Allah.
Rosulullah saw. bersabda:
Ada tiga golongan yang akan meberikan syafaat (pertolongan di padang mahsyar) pada hari kiamat: (1) para Nabi; (2) para ulama; dan para syuhada.” (HR. Ibnu Majah dari Utsman bin Affan, lihat Fathul Kabir Jilid III hal 424).
Jelas dalam hadits di atas ulama diletakkan pada nomor urut kedua, yakni setelah para Nabi, lebih dulu daripada para syuhada, dalam hal memberikan syafaat dengan izin Allah SWT.
Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. menerangkan bahwa orang yang bergiat mencari ilmu akan mendapat fasilitas jalan ke surga.
 Rosulullah saw. bersabda:
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan jalannya mencapai surga”.
Dan orang-orang yang melalaikan dirinya dari pendidikan Islam mendapat ancaman dari Allah SWT. Al Quran mengancam orang-orang yang telah memeluk Islam tapi tidak memahami islam dan Al Quran. Allah SWT mencap mereka dengan lafazh jahiliyah.
Allah befirman:
“Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. (QS. Ali Imran 154).
Dan dengan bekal ilmu-ilmu Islam yang dimiliki secara sempurna, seorang muslim atau masyarakat muslim akan steril dari ide-ide maupun hukum-hukum kufur. Mereka yang yakin kepada Islam pastilah memandang Islam lebih tinggi dari yang lain dan hukum Islam lebih baik daripada hukum jahiliyah (lihat QS. Al Maidah 50).
Dengan pandangan ini mereka hanya meresa qana’ah bila hukum yang mengatur interaksi di dalam kehidupan masyarakat adalah hukum syariah Islam, dalam seluruh aspek kehidupan. Mereka tidak silau oleh kemajuan sains dan teknologi Barat. Mereka memandang sains dan teknologi bersifat universal, bisa digali dan dimiliki oleh siapapun, bangsa manapun, dan penganut agama atau ideologi apapun. Mengadopsi sains dan teknologi Barat bukan berarti juga harus mengadopsi pemikiran, etika, hukum, ekonomi, dan budaya barat yang terkategori jahiliyah dalam pandangan Islam. Sains dan teknologi adalah alat dan kemudahan untuk dapat benar-benar menjalani hidup, sedangkan peradaban dan budaya serta syariah Islam adalah satu-satunya jalan hidup yang benar yang harus ditempuh oleh siapapun yang ingin selamat, baik dengan sains dan teknologi maupun tidak.

Metode Pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas dan mendapat esensi pendidikan tersebut, maka metode yang dipakai adalah bukan sekedar transfer pengetahuan, tapi haruslah pembentukan dan pembinaan kepribadian. Dalam hal ini, kepribadian bukanlah sekedar pembentukan etika moral, tapi lebih luas dari itu.
Secara esensial,
kepribadian (syakhshiyyah) adalah tersusun dari pola berfikir (aqliyah) dan pola pengendalian diri/jiwa (nafsiyyah). Untuk membentuk kepribadian, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menanamkan aqidah sebagai ide dasar (fikroh asasiyah). Inilah batas dimana orang tergolong mukmin ataukah kafir. Jika aqidah telah terbentuk melalui pendidikan, yakni melalui sentuhan-sentuhan akal maupun perasaan, baik dengan menggunakan ayat-ayat Al Quran yang menghubungkan keimanan dengan realitas diri manusia dan alam sekitarnya, maupun dengan uraian-uraian relitas yang dihubungkan dengan keimanan.
Pada tahap ini pembentukan kepribadian baru taraf fondasi.Selanjutnya aqidah Islamiyah yang dimiliki ditekadkan untuk senantiasa menjadi dasar berfikir dan memahami kehidupan. (Aqliyah Islamiyah). Sebagai contoh, ketika di masa Nabi putra beliau meninggal bersamaan dengan gerhana, lalu orang-orang menghubungkan bahwa kejadian gerhana itu lantaran matinya Ibrahim. Nabi saw. membantah hal itu dengan sabdanya: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidak mengalami gerhana lantaran hidup dan matinya seseorang. Jika terjadi gerhana, maka sholatlah sampai hilang gerhana itu”.
Aqidah Islamiyah juga mesti ditekadkan untuk dipakai mengikat kehendak dan keinginan untuk berbuat, sehingga perbuatan seseorang yang dilakukan terikat dengan pemahaman hidup yang bersumber dari aqidah itu. Artinya, seorang yang telah tertanam dalam jiwanya bahwa riba adalah perkara yang diharamkan Allah (lihat QS. Al Baqarah 275-279), dia akan menolak bermuamalah riba sekalipun mendapatkan iming-iming bunga (interest/riba) dan berbagai fasilitas yang menggiurkan.


Konsepsi Agama

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :
يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين
Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) sampi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliau telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliau adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas).
Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya.


Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Islam.
Pendidik adalah ”orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaan,maupun melaksanakan tugas sebagai makhluk Allah, sebagai Khalifah di muka bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggub berdiri sendiri.
Pendidik atau orang dewasa sebenarnya adalah perantara atau penghubung aktif yang menjabatani antara anak didik dengan tujuan pendidikan yang telah di rumuskan. Tugas utama pendidik meliputi:
a. Mencipta situasi untuk mendidik
b. Sebagai Administrator (pengelola)
c. Sebagai Techer (mengajar)
d. Dimisator (pemberi Semangat)
e. Inifator (mengubah Pemikiran anak didik)
F. Vasilitator (memfasilitasi anak didik jika memiliki masalah)
g. Konselor (pembinbing anak didik
h. Evaluator (menilai tingkah laku anak didik)
Selain hal-hal yang tertera diatas seorang pendidik memiliki tugas yakni harus memiliki pengetahuan-pengetahuan yang di perlukan baik pengetahuan keagamaan maupun yang lainnya. Disamping itu juga menciptakan suatu bentuk pendidikan islam yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Penguasaan ilmu pengetahuan,
b. Pengembangan ilmu pengetahuan,
c. Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.,
d. Penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan hanya untuk pengabdian kepada Allah dan                                   kemaslahatan umum.,
e. Penyesuayan pada perkembangan anak,
f. Pengembangan kepribadian penekanan pada amal shalleh dan tanggung jawab.

Hakikat Anak Didik dalam Pendidikan Islam
Anak didik merupakan objek penting dalam ilmu mendidik. faktor anak didik ini dalam pendidikan belajar memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan, dengan balajar orang menjadi pandai akan mengetahui segala sesuatu yang di pelajarinya. Dalam agama islam ini belajar dan mengajar ini dapat dinilai sebagai jihad fi sabilillah yaitu pahalanya sama dengan pahala orang yang berjuang dalam membela kebenaran agama Allah.
Menurut Lageveld peserta didik memerlukan pendidikan karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya. Sebagai mana yang telah di jelaskan dalam al-qur’an:
Artinya: ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan dia memberikamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (QS. Annahal: 78).
Didalam islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan fitrah yang pengertian etimologis yang mengandung arti ’kejadian’  karena kata fitrah itu berasal dari kata kerja Fatoro yang berarti menjadikan. Islam memandang manusia sebagai objek pendidikan itu sejak dilahirkan dari kandungan ibunya sampai ke liang lahat.
Cara meningkatkan peran orangtua terhadap pendidikan anak
Pendidikan Agama sangatlah penting diberikan pada anak mungkin pendidikan agama harus yang pertama diberikan kepada anak sebelum pengetehuan lainnya, Sehingga anak kita mempunyai pegangan dalam mengambil langkah apapun sehingga tidak salah jalan. Berikanlah pendidikan Agama sedini mungkin.
Ada beberapa cara dalam meningkatkan peran orang tua terhadap pendidikan anak anaknya.
*Dengan mengontrol  waktu belajar, waktu bermain sehingaga terbiasa mendisiflinkan waktu,  jadi s anak terbiasa dan tau kapan waktu belajar dan kapan waktu bermain
*Memantau perkembangan kemampuan akademik disekolah dengan cara memeriksa nilai nilai ulangan dan tugas dari sekolah
*Mengontrol kepribadian anak kita di luar rumah misal di sekolah dengan cara berkomunikasi dengan wali kelas mereka.
Cara yang harus dihindari dalam mendidik anak

Kesalahan kesalahan tersebut harusnya dihindari dalam mendidik anak. adapun kesalahan yang lain yang harus dihindari dalam mendidik anak yaitu

>Menumbuhkan rasa takut, contohnya: mebiasakan anak ditakut takuti agar anak bisa nurut sama kita sebagai orang tua, misalkan” jangan pergi kesana nanti ada hantu”
>Mendidik anak menjadi sombong terhadap orang lain
>mebiasakan anak hidup berfoya foya
>Memanjakan anak misalnya dengan menuruti semua apa yang anak mau
>Terlalu keras terhadap anak sehingga anak tidak betah dan mencari kasih sayang diluar rumah.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking